caleg kota bekasi - Apakah yang perlu dikerjakan calon legislatif (caleg) supaya mendapatkan simpati dari penduduk. Serta, pendekatan apa supaya yang diimpikan calon legislatif duduk di kursi legislatif terwujud? Semua jawaban itu dibeber dengan gamblang oleh Direktur Jawa Pos Radar Malang Kurniawan Muhammad dalam program Sekolah Politik Calon Legislatif di Hotel Pelangi tempo hari (28/1).
Dalam acara yang diinisiasi Jawa Pos Radar Malang kerja bareng Arek Jawa timur (Aliansi Relawan serta Komune Jawa timur) itu, Kurniawan menyebutkan, ada lima pendekatan yang perlu dikerjakan calon legislatif pada calon pemilihnya (voters). Yaitu, pendekatan sosiologis, psikologis, politik, logis, serta marketing.
Salah satunya taktik yang ia uraikan pada beberapa puluh peserta ialah pendekatan marketing. Yang disebut taktik marketing ini ialah langkah supaya merubah pikiran pemilih untuk menjatuhkan pilihan spesifik.
”Jadi, pemilih akan memastikan penentuan berdasar pada dari domain kognitif (pemikiran) mereka,” jelas Kurniawan.
Nah, terkait dengan marketing ini, peranan alat begitu memastikan. Karena, alat dapat dipakai untuk bangun citra sosial, perasaan emosional, dan membuat desas-desus untuk merubah publik. Alat dapat juga mengangkat popularitas seorang (branding).
Peranan alat demikian memastikan pendapat publik. Karenanya, alat dapat ”mendamaikan”, tetapi dapat juga membuat perpecahan bahkan juga perseteruan. ”Kalau berita tentang sweeping masyarakat Madura di Sampit kami beritakan apa yang ada, Indonesia akan kiamat,” katanya.
Menurutnya, alat mesti dapat membeda-bedakan info itu. Ia menjelaskan jika tidak hanya menjadi jendela, alat seolah adalah cerminan momen di penduduk. ”Jadi, alat itu ikut bertindak menjadi filter (penyaring) serta gatekeeper (penjaga gerbang),” jelasnya.
Dalam peluang itu, Sugiono, salah satunya peserta, bertanya, mengapa seorang yang telah popular, tetapi saat nyaleg malah kalah dengan yang kurang popular. ”Dan, bagaimana supaya profil seorang dapat di terima di penduduk,” bertanya kader PAN (Partai Amanat Nasional) itu.
Mendapatkan pertanyaan itu, Kurniawan menuturkan, pemilih sekarang ini begitu logis. Mereka tak akan memercayakan popularitas menjadi pilihan. Tetapi, mereka lebih berfikir bagian negatif serta positif seseorang profil sebelum menjatuhkan pilihan.
”Seperti Pilgub DKI Jakarta (tahun 2012), waktu itu yang popular ialah Fauzi Bowo, tetapi yang menang malah Jokowi. Berikut pilihan logis, bisa saja penduduk jemu dengan profil yang itu-itu saja. Penduduk butuh antitesis,” papar Kurniawan.
Ia ikut mengibaratkan antitesis yang lainnya. Jika dahulu, seseorang pembawa acara atau host tv itu tetap yang cantik ataupun ganteng. Akan tetapi, muncul antitesis jika pembawa acara tidak mesti demikian.
”Buktinya, muncul Tukul Arwana yang jadi pembawa acara laku serta mahal di TV,” jelas Kurniawan yang diterima tawa peserta Sekolah Politik.
Sesaat narasumber lainnya ada Ketua DPC (Dewan Pimpinan Cabang) Partai Hanura Kota Malang Ya’qud Ananda Gudban. Dalam peluang itu, ia menuturkan senang duka serta perjuangan dianya menjadi anggota DPRD. Ia menuturkan pada peserta supaya tak perlu takut mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. Bila alami halangan, ia memerintah beberapa peserta untuk bersabar.
”Nantinya waktu yang akan menjawab semua,” tutur wanita yang akrab dipanggil Nanda itu.
Ia ikut menyongsong baik tentang penyediaan moment Sekolah Politik Calon Legislatif itu. ”Jadi anggota legislatif memang seharusnya disediakan serta diberi. Jadi, saat diserahkan pada penduduk, mereka akan tidak jadi beban,” jelas orang politik asal Partai Hanura itu.
Sebelum memperoleh materi mengenai peranan alat, beberapa peserta ikut dibawa wisata ke news room Jawa Pos Radar Malang serta percetakan Temprina. Salah satunya peserta Jeanny Listiawan begitu senang dapat ikuti sekolah ini.
”Saya ingin meningkatkan pengetahuan serta wacana untuk memberi nilai lebih buat partai saya,” kata wanita yang menjabat menjadi Wakil Ketua DPD (Dewan Pimpinan Daerah) Partai Perindo Kota Surabaya itu.
Selain itu, peserta yang lainnya Dedy Martono memandang perihal ini suatu yang mengagumkan. ”Ini begitu bagus. Spesial,” tutur pria yang akrab dipanggil Dedy itu.
Dedy menuturkan jika dianya benar-benar belumlah tahu masalah dunia politik. ”Jadi, saya ikuti ini banyak faedahnya. Saya dapat tahu politik serta peranan alat itu seperti apakah,” sambungnya.
Ia ikut bangga dapat tahu bagaimana berita itu dibikin serta diciptakan untuk sampai ke tangan beberapa pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar